KAJIAN PENENTUAN KRITERIA LOKASI TPA
SAMPAH REGIONAL DI KOTA METROPOLITAN
Elis Hastuti 1) dan Nurhasanah Sutjahyo2)
1,2)
Pusat Litbang Permukiman Balitbang Pekerjaan Umum
Jalan Panyaungan, Kabupaten Bandung
Email: 1)elishastuti@yahoo.com;
2)nurbudi2004@yahoo.com
dikirim 1 Januari 2011, diterima setelah perbaikan 18 Maret 2011
Abstrak: Salah satu sasaran utama bidang persampahan adalah tercapainya peningkatan kinerja institusi pengelola persampahan dan berkembangnya pola kerjasama regional. Pengelolaan persampahan secara terpadu di perkotaan metropolitan menjadi suatu kebutuhan, dikarenakan permasalahan keterbatasan dan tingginya nilai lahan, penurunan kualitas lingkungan akibat interaksi ekonomi, sehingga penyelesaiannya harusterkait banyak pihak (lintas kota/kabupaten).Teridentifikasi bahwa penentuan lokasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sulit mencapai kesepakatan terutama berkaitan dengan pembagian tanggung jawab dalam hal pengelola ataupun pembiayaan, dan keputusan menyangkut kompensasi dampak antar daerah. Kerjasama pengelolaan TPA atas keinginan yang sama dalam mewujudkan tujuan yang sama, merupakan langkah awal perencanaan yang terintegrasi. Tujuan dari kajian ini adalah mendapatkan kriteria penentu lokasi TPA regional sesuai
karakteristik wilayah dan integrasi dengan pembangunan kota sekitarnya. Metoda analisis menggunakan analisis deskriptif komparatif dan tahapan awal Analytic Hierarchy Process (AHP). Berdasarkan hasil pengkajian pemilihan lokasi TPA regional dengan studi kasus Mamminasata, maka perlunya disusun dalam hirarki-hirarki untuk memberikan alternatif dalam penentuan lokasi TPA, diantaranya yang paling tepat adalah lokasi yang berada di lintas daerah. Dalam pemilihan lokasi TPA regional tersebut secara kelayakan teknis telah memenuhi SNI namun lokasi TPA regional yang terpilih tersebut perlu mempertimbangkan integrasi tata ruang dengan daerah yang berbatasan dan potensi dampak pencemaran lintas batas perkotaan.
Kata kunci: sampah, regional, pengelolaan, TPA, dan lintas batas.
PENDAHULUAN
Wilayah perkotaan metropolitan yang selalu dinamis karena pengaruh kota-kota disekitarnya, menimbulkan konsekuensi logis yaitu dengan pertambahan penduduk dan salah satunya berdampak pada kinerja pelayanan sarana dan prasarana persampahan termasuk kebutuhan pengembangan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah. Untuk mendapatkan pengelolaan yang efektif, diperlukan koordinasi dan sinkronisasi pembangunan antar daerah melalui pendekatan kewilayahan atau regional karena sistem manajemen sampah merupakan sistem yang terkait dengan banyak pihak dan seharusnya berorientasi pada integritas ekologi yang cakupannya tidak ditentukan oleh batas administrasi/politik kota/kabupaten. Melalui prinsip kemitraan sebagai upaya bersama memenuhi pelayanan infrastruktur antar daerah, maka kota kota sekitar pusat kota metropolitan dapat menyepakati penggunaan lahan TPA bersama atau daerah yang belum terlayani atau belum ada prasarana/ sarana dapat bergabung dengan daerah yang telah berkembang upaya minimasi dan daur ulang sampahnya. Kerjasama ini dapat timbul karena permasalahan pusat kota metropolitan dengan sumber daya lahan yang terbatas, adanya potensi ekonomi yang saling berinteraksi atau kesadaran sosial atau politik.Pada beberapa kasus perencanaan pengelolaan sampah regional, sering menghadapi kendala sulitnya dicapai kesepakatan kota/kabupaten dalam penentuan/operasionalisasi TPA baru. Walaupun telah memenuhi standar teknis TPA, namun aspek sharing pembiayaan ataupun aspek sosial baik penerimaan masyarakat, maupun kepentingan pemerintah daerah, selalu menjadi hambatan berjalannya sistem (Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 2008). Pendekatan terintegrasi diperlukan dalam penentuan lokasi TPA karenamerupakan sistem terkait dengan banyak pihak; mulai dari penghasil sampah (seperti rumah tangga, pasar, industri, dan lain-lain), pengelola dan kontraktor, pembuat peraturan, sektor informal, maupun masyarakat yang terkena dampak pengelolaan sampah tersebut.Untuk menuju pengelolaan sampah regional yang berkelanjutan di Indonesia, maka salah satunya dengan mengkaji faktor faktor penentu dalam pemilihan lokasi TPA yang dapat disepakati bersama dan menuju terjalinnya koordinasi/kerjasama yang efektif.
METODE PENELITIAN
Kajian penentuan kriteria lokasi TPA regional dilakukan melalui kajian referensiyang menelusuri segi teoritis keefektifan regionalisasi, pedoman pedoman yang telah diaplikasikan, keragaman perencanaan dan perumusan kesepakatan penentuan TPA regional di perkotaan metropolitan serta diskusi dengan pakar-pihak yang terkait mengenai permasalahan pengelolaan sampah regional. Sehingga dapat dikembangkan kriteria-kriteriayang akan mempengaruhi sistem pemilihan lokasi TPA regional. Untuk kajian kasus implementasi pengelolaan TPA regional, menggunakan analisis deskriptif komparatif untuk sistem pemilihan TPA regional yang direncanakan/diterapkan di Metropolitan Mamminasata (Makassar, Maros, Gowa dan Takalar). Kemudian dilakukan identifikasi kriteria penentusebagai bagian dari tahapan awal AHP. Analisis kebutuhan merupakan langkah awal identifikasi sistem, kemudian formulasi permasalahan dari setiap pihak yang terkait di masing masing kota/kabupaten yang sedang/akan berkoordinasi atau bekerjasama.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengelolaan persampahan secara terpadu beberapa perkotaan metropolitan menjadi suatu kebutuhan, dimana keterbatasan lahan dan tingginya nilai lahan di pusat kota serta penurunan kualitas lingkungan di pusat kota menjadikan penyelesaiannya terkait banyak pihak (lintas kota/kabupaten) dan memerlukan beragam pendekatan. Teridentifikasi bahwa pembagian tanggung jawab antara pemerintah daerah dalam hal pengelola ataupun pembiayaan belum terkoordinasi baik. Selain itu, keputusan menyangkut kompensasi dampak antar daerah, serta pasca operasi TPA, juga sulit sepakat dan realisasi. Berdasarkan diskusi dengan pihak pihak terkait, secara diagramatis sistem persampahan regional memiliki kendala dalam menuju kesepakatan-kesepakatan atau terhambatnya pelaksanaan dilapangan karena timbulnya permasalahan di setiap kota inti/ pusat kota dan kota kota sekitarnya. Kebutuhan pengelolaan sampah bersama dengan berbagai pendekatan telah dirintis dalam menangani kompleksitas masalah persampahan di kota kota metropolitan. Interaksi ekonomi yang terjadi, mengharuskan penyelesaiannya secara terintegrasi karena keterbatasan sumber daya yang ada di kota inti serta keterbatasan di kota kota penunjangnya. Pada tabel 1 berikut disajikan karakteristik tingkat pelayanan dan perencanaan TPA regional di beberapa perkotaan metropolitan. Dalam pemilihan lokasi TPA regional tersebut secara kelayakan teknis telah memenuhi SIN 03 – 3241 – 1994. Namun pemilihan lokasi TPA, belum menyertakan kelayakan menyangkut kebijakan antar daerah baik itu menyangkut integritas dengan tata ruang antar daerah, potensi pencemaran antar daerah ataupun kemampuan di masing masing kota/kabupaten. Untuk keberlanjutan TPA di Kab. Gowa yang terletak di perbatasan daerah maka perlu mempertimbangkan dampak tata ruang diantara daerah yang berbatasan dan potensi pencemaran lintas batas daerah. Identifikasi kriteria akan berbeda disetiap wilayah, namun pada kasus pengelolaan sampah Mamminasata diuraikan sebagai berikut:
a. Identifikasi kebutuhan dan formulasi permasalahan TPA regional Mamminasata.
Dalam permulaan pengkajian dari suatu sistem, diperlukan analisis kebutuhan kebutuhan dari setiap stakeholder yang terlibat dalam sistem persampahan regional Mamminasata. Pelaku yang terlibat dalam sistem persampahan regional dengan kebutuhan yang berbeda-beda, meliputi pemerintah pusat, pemerintah propinsi, pemerintah daerah tingkat i dan ii, pengusaha, lembaga swadaya masyarakat, masyarakat Mamminasata.Formulasi permasalahan persampahan regional di Mamminasata diperlukan untuk pengembangan sistem pengelolaan untuk memenuhi kebutuhan dari berbagai pihak. Formulasi permasalahan ini didasarkan pada beberapa kriteria yang dihasilkan selama identifikasi sistem.
b. Identifikasi kriteria penentu pemilihan lokasi TPA Regional
Pemilihan lokasi TPA sampah harus mengikuti persyaratan hukum, ketentuan perundang-undangan mengenai pengelolaan lingkungan hidup, analisis mengenai dampak lingkungan, ketertiban umum, kebersihan kota/lingkungan, peraturan daerah tentang pengelolaan sampah dan perencanaan tata ruang kota serta serta peraturan-peraturan pelaksanaannya. Alternatif lokasi TPA regional dapat berada pada satu daerah kota/kabupaten atau di perbatasan antara dua atau lebih kota/kabupaten.
- Kebijakan kota/kabupaten dalam mengatur keterlibatan dan partisipasi seluruh pemangku kepentingan dalam berbagai proses pengelolaan, mulai dari penentuan tarif sampah, pemilihan lokasi TPA, hingga penentuan sistem 3 R.
- Perencanaan lokasi TPA yang berada di lintas daerah memerlukan sinkronisasi tata ruang.Lingkungan Tropis, vol.5, no.1, Maret 2011: 63-7270
- Interaksi antar kota dalam kontribusi timbulan sampah turut mempengaruhi pembagian pola pembiayaan antar daerah.
- Pola pembiayaan meliputi investasi pembangunan stasiun peralihan antara (SPA) dan TPA serta operasionalnya, biaya dampak, akan menjadi lebih terjangkau dan ekonomis bila ditanggung bersama, di mana hal ini pada gilirannya akan berdampak positif pada peningkatan efisiensi dan keefektifan operasi serta kualitas.
- Jaminan keamanan TPA baru, dengan pengembangan free zone (setelah buffer zone) pada TPA regional, terutama yang terletak di lintas daerah. Menurut Dardak (2007), free zone merupakan zona bebas dimana kemungkinan masih dipengaruhi leachate, sehingga harus merupakan Ruang Terbuka Hijau dan apabila dimanfaatkan disarankan bukan merupakan tanaman pangan, dengan ketebalan 50 sampai dengan 80 m dari batas luar buffer zone.
- Perencanaan lokasi TPA yang berada di lintas daerah memerlukan sinkronisasi tata ruang.Lingkungan Tropis, vol.5, no.1, Maret 2011: 63-7270
- Interaksi antar kota dalam kontribusi timbulan sampah turut mempengaruhi pembagian pola pembiayaan antar daerah.
- Pola pembiayaan meliputi investasi pembangunan stasiun peralihan antara (SPA) dan TPA serta operasionalnya, biaya dampak, akan menjadi lebih terjangkau dan ekonomis bila ditanggung bersama, di mana hal ini pada gilirannya akan berdampak positif pada peningkatan efisiensi dan keefektifan operasi serta kualitas.
- Jaminan keamanan TPA baru, dengan pengembangan free zone (setelah buffer zone) pada TPA regional, terutama yang terletak di lintas daerah. Menurut Dardak (2007), free zone merupakan zona bebas dimana kemungkinan masih dipengaruhi leachate, sehingga harus merupakan Ruang Terbuka Hijau dan apabila dimanfaatkan disarankan bukan merupakan tanaman pangan, dengan ketebalan 50 sampai dengan 80 m dari batas luar buffer zone.
Penilaian lokasi regional TPA tersebut dapat ditinjau pada lima faktor pembatas utama
yang secara langsung dapat memberikan pengaruh terhadap efektifitas lahan TPA sampah.
1. Tingkat kesadaran dan partisipasi masyarakat.
Tingkat kesadaran dan disiplin masyarakat dalam pembuangan sampah
Pembayaran retribusi
Partisipasi masyarakat untuk melakukan pemilahan sampah organik dan anorganik
2. Sistem pengelolaan sampah.
3. Peran dan kewenangan kelembagaan pengelola.
Pembagian peran dan kewenangan pengelola persampahan regional masih belum jelas
sehingga kinerja pelayanan persampahan belum sesuai dengan yang diharapkan.
Kualitas sumberdaya manusia, motivasi dan kreativitas.
Komitmen manajemen instansi dalam kebijakan untuk meningkatkan kualitas
pengelolaan TPA.
Dukungan pengelolaan dengan standard operation procedure (SOP).
4. Sinergitas dan konsistensi dalam pelaksanaan kebijakan yang telah dikeluarkan baik oleh
pemerintah pusat, propinsi maupun kabupaten/kota.
5. Nilai lahan sangat ditentukan oleh kualitas pengelolaan lahan TPA sampah yang sesuai
dengan sistem dan prosedur yang benar.
KESIMPULAN
Berdasarkan kajian penentuan lokasi TPA Regional, maka pemilihan lokasi TPA
regional selain dapat memenuhi kelayakan teknis, juga perlunya menyertakan kelayakan
menyangkut kebijakan antar daerah baik itu menyangkut integritas dengan tata ruang
antar daerah, potensi pencemaran antar daerah ataupun kemampuan di masing masing
kota/kabupaten. Selain itu penentuan lokasi serta pengelolaan bersama dipertimbangkan
berdasarkan peran masing kota/kabupaten, baik menyangkut pengelola maupun
pembiayaannya. Sehingga kesepakatan diantara kota kota yang bekerjasama, baik yang
menyangkut di daerah tempat lokasinya TPA regional ataupun di perbatasan daerah,
disesuaikan dengan tidak hanya secara lokal infrastruktur sebagai lokasi TPA tetapi
secara infrastruktur makro untuk kawasan metropolitan. Selain itu, dapat disimpulkan
kriteria penentu pemilihan lokasi TPA Regional dan parameter yang berpengaruh dalam
pengelolaan TPA regional diantaranya: kebijakan kota/kabupaten, kelayakan regional
lokasi TPA, sinkronisasi tata ruang, pola kerjasama kota/kabupaten, pengolahan sekunder,
pencemaran lintas batas dan biaya sosial. Interaksi antar kota dalam kontribusi timbulan
sampah turut mempengaruhi pembagian pola pembiayaan antar daerah, dengan
memperhitungkan resiko pengelolaan dan dampak yang harus ditanggung bersama.
Daftar Pustaka
Alcamo, Joseph, etc. Ecosystems and Human Well-Being: A Framework for Assessment. Washington: Island
Press, 2003.
Bappeda Propinsi Sumatera Utara. Penyusunan Rencana Tata Ruang Metropolitan Mebidang Tahap II. 2007.
Dardak, Hermanto A. Kebijakan Penataan Ruang untuk Pengelolaan Persampahan. Jakarta: Bimbingan Teknis
Nasional Pusat Kajian Strategis Pembangunan Nasional, 2007.
Dinas Cipta Karya Provinsi Sulawesi Selatan. ―Laporan Akhir Perencanaan TPA Regional di Metropolitan
Mamminasata.‖ (2008)
Dirjen Tata Ruang. Penyusunan Rencana Tata Ruang Metropolitan Mebidang. 2006.
Ogawa, Hisashi. ―Sustainable Solid Waste Management in Developing Countries.‖ The paper presented at 7
th
ISWA International Congress and Exhibition, Yokohama, (1996)
Government British Columbia. Guide to the Preparation of Regional Solid Waste Management Plans by
Regional Districts — Part I, Part II. Ministry of Environment, 2005.
GHD. Regional Waste Management Strategy and Plan. Sourthen and Western Adelaide Councils, Government
of South Australia, 2006.
Gwebu, D., and Thando. ―Population Development, and Waste Management in Botswana: Conceptual and
Policy Implication for Climate Change.‖ Journal of Environemtnal Change 31, 3, (2003): 348-354.
Pasang, Haskarlianus. ‖Pengelolaan Sampah yang Regional dan Terintegrasi.‖ Kompas, 20 Juli, (2005)
Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman. Kegiatan Penerapan TPA Regional dan Insinerator.
Kementerian Pekerjaan Umum, 2008.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung 2013. Pemerintah Kota Bandung, 2004.
Rencana Tata Ruang Wilayah Mamminasata 2003-2012.
Solano, Eric, S. Ranji Ranjithan, A. M. ASCE2, Morton A. Barlaz, M. ASCE3, E. Downey Brill, and M.
ASCE4. ―Life Cycle Based Solid waste Management.‖ Journal of Environmental Engineering
(2002)
Tchobanoglous, George and Kreith, Frank. Handbook of Solid Waste Management. McGraw Hill, 2002.
Undang Undang no 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah.
yang secara langsung dapat memberikan pengaruh terhadap efektifitas lahan TPA sampah.
1. Tingkat kesadaran dan partisipasi masyarakat.
Tingkat kesadaran dan disiplin masyarakat dalam pembuangan sampah
Pembayaran retribusi
Partisipasi masyarakat untuk melakukan pemilahan sampah organik dan anorganik
2. Sistem pengelolaan sampah.
3. Peran dan kewenangan kelembagaan pengelola.
Pembagian peran dan kewenangan pengelola persampahan regional masih belum jelas
sehingga kinerja pelayanan persampahan belum sesuai dengan yang diharapkan.
Kualitas sumberdaya manusia, motivasi dan kreativitas.
Komitmen manajemen instansi dalam kebijakan untuk meningkatkan kualitas
pengelolaan TPA.
Dukungan pengelolaan dengan standard operation procedure (SOP).
4. Sinergitas dan konsistensi dalam pelaksanaan kebijakan yang telah dikeluarkan baik oleh
pemerintah pusat, propinsi maupun kabupaten/kota.
5. Nilai lahan sangat ditentukan oleh kualitas pengelolaan lahan TPA sampah yang sesuai
dengan sistem dan prosedur yang benar.
KESIMPULAN
Berdasarkan kajian penentuan lokasi TPA Regional, maka pemilihan lokasi TPA
regional selain dapat memenuhi kelayakan teknis, juga perlunya menyertakan kelayakan
menyangkut kebijakan antar daerah baik itu menyangkut integritas dengan tata ruang
antar daerah, potensi pencemaran antar daerah ataupun kemampuan di masing masing
kota/kabupaten. Selain itu penentuan lokasi serta pengelolaan bersama dipertimbangkan
berdasarkan peran masing kota/kabupaten, baik menyangkut pengelola maupun
pembiayaannya. Sehingga kesepakatan diantara kota kota yang bekerjasama, baik yang
menyangkut di daerah tempat lokasinya TPA regional ataupun di perbatasan daerah,
disesuaikan dengan tidak hanya secara lokal infrastruktur sebagai lokasi TPA tetapi
secara infrastruktur makro untuk kawasan metropolitan. Selain itu, dapat disimpulkan
kriteria penentu pemilihan lokasi TPA Regional dan parameter yang berpengaruh dalam
pengelolaan TPA regional diantaranya: kebijakan kota/kabupaten, kelayakan regional
lokasi TPA, sinkronisasi tata ruang, pola kerjasama kota/kabupaten, pengolahan sekunder,
pencemaran lintas batas dan biaya sosial. Interaksi antar kota dalam kontribusi timbulan
sampah turut mempengaruhi pembagian pola pembiayaan antar daerah, dengan
memperhitungkan resiko pengelolaan dan dampak yang harus ditanggung bersama.
Daftar Pustaka
Alcamo, Joseph, etc. Ecosystems and Human Well-Being: A Framework for Assessment. Washington: Island
Press, 2003.
Bappeda Propinsi Sumatera Utara. Penyusunan Rencana Tata Ruang Metropolitan Mebidang Tahap II. 2007.
Dardak, Hermanto A. Kebijakan Penataan Ruang untuk Pengelolaan Persampahan. Jakarta: Bimbingan Teknis
Nasional Pusat Kajian Strategis Pembangunan Nasional, 2007.
Dinas Cipta Karya Provinsi Sulawesi Selatan. ―Laporan Akhir Perencanaan TPA Regional di Metropolitan
Mamminasata.‖ (2008)
Dirjen Tata Ruang. Penyusunan Rencana Tata Ruang Metropolitan Mebidang. 2006.
Ogawa, Hisashi. ―Sustainable Solid Waste Management in Developing Countries.‖ The paper presented at 7
th
ISWA International Congress and Exhibition, Yokohama, (1996)
Government British Columbia. Guide to the Preparation of Regional Solid Waste Management Plans by
Regional Districts — Part I, Part II. Ministry of Environment, 2005.
GHD. Regional Waste Management Strategy and Plan. Sourthen and Western Adelaide Councils, Government
of South Australia, 2006.
Gwebu, D., and Thando. ―Population Development, and Waste Management in Botswana: Conceptual and
Policy Implication for Climate Change.‖ Journal of Environemtnal Change 31, 3, (2003): 348-354.
Pasang, Haskarlianus. ‖Pengelolaan Sampah yang Regional dan Terintegrasi.‖ Kompas, 20 Juli, (2005)
Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman. Kegiatan Penerapan TPA Regional dan Insinerator.
Kementerian Pekerjaan Umum, 2008.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung 2013. Pemerintah Kota Bandung, 2004.
Rencana Tata Ruang Wilayah Mamminasata 2003-2012.
Solano, Eric, S. Ranji Ranjithan, A. M. ASCE2, Morton A. Barlaz, M. ASCE3, E. Downey Brill, and M.
ASCE4. ―Life Cycle Based Solid waste Management.‖ Journal of Environmental Engineering
(2002)
Tchobanoglous, George and Kreith, Frank. Handbook of Solid Waste Management. McGraw Hill, 2002.
Undang Undang no 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar