KOPERASI INDONESIA: POTRET DAN
TANTANGAN
ABSTRAK
Selama ini “koperasi” dikembangkan dengan dukungan
pemerintah dengan basis sektor-sektor primer yang memberikan lapangan
kerja terbesar bagi penduduk Indonesia. KUD sebagai koperasi
program yang didukung dengan program pembangunan untuk membangun
KUD. Di sisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program
pembangunan seperti yang selama PJP I, menjadi ciri yang menonjol dalam
politik pembangunan koperasi. Bahkan koperasi secara eksplisit ditugasi
melanjutkan program yang kurang berhasil ditangani langsung oleh pemerintah,
seperti penyaluran kredit BIMAS menjadi KUT, pola pengadaan bea pemerintah, TRI
dan lain-lain sampai pada penciptaan monopoli baru (cengkeh). Ciri utama
perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada program
yaitu : (i) Program pembangunan secara sektoral; (ii) Lembaga-lembaga
pemerintah; dan (iii) Perusahaan baik milik negara maupun swasta. Sebagai
akibat dari perkrmbangan koperasi yang semakin meluas, koperasi mempunyai
kekuatan yang lain karena koperasi dapat memberikan kemungkinan pengenalan
teknologi baru melalui kehematan dengan mendapatkan informasi yang
langsung dan tersedia bagi setiap anggota yang memerlukannya. Kesemuanya
itu dilihat dalam kerangka peranan koperasi secara otonom bagi setiap
individu anggotanya yang telah memutuskan menjadi anggota koperasi.
Dengan demikian sepanjang koperasi dapat menghasilkan kemanfaatan tersebut
bagi anggotanya maka akan mendorong orang untuk berkoperasi karena dinilai
bermanfaat. Dukungan yang diperlukan bagi koperasi untuk menghadapi berbagai
rasionalisasi adalah keberadaan lembaga jaminan kredit bagi koperasi dan
usaha kecil di daerah. Dengan demikian kehadiran lembaga jaminan
akan menjadi elemen terpenting untuk percepatan perkembangan koperasi di
daerah. Lembaga jaminan kredit yang dapat dikembangkan Pemerintah Daerah
akan dapat mendesentralisasi pengembangan ekonomi rakyat dan dalam jangka
panjang akan menumbuhkan kemandirian daerah untuk mengarahkan aliran
uang di masing-masing daerah. Dalam jangka menengah koperasi juga perlu
memikirkan asuransi bagi para penabung.
PENDAHULUAN
Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara
maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral. Di barat koperasi
lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh
dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu
koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan
ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang
mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam
rangka melindungi dirinya.
Di negara berkembang koperasi
dirasa perlu dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi
mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan
negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan
masyarakat ditonjolkan di negara berkembang, baik oleh pemerintah kolonial
maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan, berbagai peraturan
perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dengan maksud mempercepat
pengenalan koperasi dan memberikan arah bagi pengembangan koperasi serta
dukungan/perlindungan yang diperlukan.
Pengalaman di tanah air kita
lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di
jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan
kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas
dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus
mengembangkan koperasi. Paling tidak dengan dasar yang kuat tersebut sejarah
perkembangan koperasi di Indonesia telah mencatat tiga pola pengembangan
koperasi. Secara khusus pemerintah memerankan fungsi “regulatory” dan
“development” secara sekaligus (Shankar 2002). Ciri utama perkembangan koperasi
di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada program yaitu : (i) Program
pembangunan secara sektoral; (ii) Lembaga-lembaga pemerintah; dan (iii)
Perusahaan baik milik negara maupun swasta. Sebagai akibatnya prakarsa
masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat
semestinya.
Selama
ini “koperasi” dikembangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis
sektor-sektor primer yang memberikan lapangan kerja terbesar bagi
penduduk Indonesia. KUD sebagai koperasi program yang didukung dengan
program pembangunan untuk membangun KUD. Di sisi lain pemerintah
memanfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan seperti yang selama PJP
I, menjadi ciri yang menonjol dalam politik pembangunan koperasi. Bahkan
koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan program yang kurang berhasil
ditangani langsung oleh pemerintah, seperti penyaluran kredit BIMAS menjadi
KUT, pola pengadaan bea pemerintah, TRI dan lain-lain sampai pada penciptaan
monopoli baru (cengkeh).
PERUMUSAN MASALAH
Koperasi merupakan organisasi
yang telah berkembang sejak dulu. Dari zaman ke zaman terdapat beberapa potret
atau perubahan perubahan yang membuat sebuah tantangan bagiKoperasi.Untuk itu perlu dilakukan penelitian atau studi secara mendalam
guna memperoleh gambaran secara persis potret dan tantangan koperasi, yaitu :
1) Bagaimana potret koperasi Indonesia dalam
perkembangannya?
2) Manfaat apa yang diperoleh dari organisasi Koperasi?
3) Bagaimana Posisi Koperasi dalam Perdagangan Bebas?
4) Peranan apa yang dilakukan Koperasi Dalam Era Otonomi
Daerah?
PEMBAHASAN
2.1 Potret Koperasi Indonesia
Sampai dengan
bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak
103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggota ada sebanyak 26.000.000 orang.
Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami
peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami
perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November
2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Corak koperasi Indonesia adalah
koperasi dengan skala sangat kecil.
Secara historis pengembangan koperasi di Indonesia yang
telah digerakan melalui dukungan kuat program pemerintah yang telah
dijalankan dalam waktu lama, dan tidak mudah ke luar dari kungkungan pengalaman
tersebut. Jika semula ketergantungan terhadap captive
marketprogram menjadi sumber
pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta menjadi tantangan baru
bagi lahirnya pesaing-pesaing usaha terutama KUD.
2.2 Kemanfaatan Koperasi
Secara teoritis sumber kekuatan
koperasi sebagai badan usaha dalam konteks kehidupan perekonomian,
dapat dilihat dari kemampuan untuk menciptakan kekuatan monopoli dengan derajat
monopoli tertentu. Tetapi ini adalah kekuatan semu dan justru dapat menimbulkan
kerugian bagi anggota masyarakat di luar koperasi. Sumber kekuatan lain
adalah kemampuan memanfaatkan berbagai potensi external economies yang
timbul di sekitar kegiatan ekonomi para anggotanya. Dan kehematan tersebut hanya
dapat dinikmati secara bersama-sama, termasuk dalam hal menghindarkan diri dari
adanya external diseconomies itu.
Kehematan-kehematan yang dapat menjadi sumber kekuatan koperasi memang
tidak terbatas pada nilai ekonomis nya semata. Kekuatan itu juga dapat
bersumber dari faktor non-ekonomis yang menjadi faktor berpengaruh secara
tidak langsung terhadap kegiatan ekonomi anggota masyarakat dan badan
usaha koperasi. Sehingga manfaat atau keuntungan koperasi pada dasarnya selalu
terkait dengan dua jenis manfaat, yaitu yang nyata (tangible) dan yang
tidak nyata (intangible). Kemanfaatan koperasi ini juga selalu berkaitan
dengan keuntungan yang bersifat ekonomi dan sosial. Karena koperasi
selain memberikan kemanfaatan ekonomi juga mempunyai perhatian dan kepedulian
terhadap aspek sosial seperti pendidikan, suasana sosial kemasyarakatan,
lingkungan hidup, dan lain-lain. Pembahasan ini difokuskan kepada
manfaat yang mendasari digunakannya mekanisme koperasi.
2.3 Posisi
Koperasi dalam Perdagangan Bebas
Esensi perdagangan
bebas yang sedang diciptakan oleh banyak negara yang ingin lebih
maju ekonominya adalah menghilangkan sebanyak mungkin hambatan perdagangan
internasional. Melihat arah tersebut maka untuk melihat dampaknya terhadap
perkembangan koperasi di tanah air dengan cara mengelompokkan koperasi ke
dalam ketiga kelompok atas dasar jenis koperasi. Pengelompokan itu meliputi
pembedaan atas dasar: (i) koperasi produsen atau koperasi yang bergerak di
bidang produksi, (ii) koperasi konsumen atau koperasi konsumsi,
dan (iii) koperasi kredit dan jasa keuangan. Dengan cara ini akan
lebih mudah mengenali keuntungan yang bakal timbul dari adanya perdagangan
bebas para anggota koperasi dan anggota koperasinya sendiri.
Koperasi produsen terutama
koperasi pertanian memang merupakan koperasi yang paling sangat terkena
pengaruh perdagangan bebas dan berbagai liberalisasi. Koperasi pertanian
di seluruh belahan dunia ini memang selama ini menikmati proteksi dan
berbagai bentuk subsidi serta dukungan pemerintah. Dengan diadakannya
pengaturan mengenai subsidi, tarif, dan akses pasar, maka produksi barang
yang dihasilkan oleh anggota koperasi tidak lagi dapat menikmati
perlindungan seperti semula, dan harus dibuka untuk pasaran impor dari negara lain
yang lebih efisien.
2.4 Koperasi Dalam Era
Otonomi Daerah
Implementasi undang-undang
otonomi daerah, akan memberikan dampak positif bagi koperasi dalam hal
alokasi sumber daya alam dan pelayanan pembinaan lainnya. Namun koperasi
akan semakin menghadapi masalah yang lebih intensif dengan pemerintah
daerah dalam bentuk penempatan lokasi investasi dan skala kegiatan
koperasi. Karena azas efisiensi akan mendesak koperasi untuk membangun
jaringan yang luas dan mungkin melampaui batas daerah otonom. Peranan advokasi
oleh gerakan koperasi untuk memberikan orientasi kepada pemerintah di
daerah semakin penting. Dengan demikian peranan pemerintah di tingkat propinsi
yang diserahi tugas untuk pengembangan koperasi harus mampu menjalankan
fungsi intermediasi semacam ini. Mungkin juga dalam hal lain yang berkaitan
dengan pemanfaatan infrastruktur daerah yang semula menjadi kewenangan pusat.
Peranan pengembangan sistem
lembaga keuangan koperasi di tingkat Kabupaten / Kota sebagai daerah otonomi
menjadi sangat penting. Lembaga keuangan koperasi yang kokoh di daerah otonom
akan dapat menjangkau lapisan bawah dari ekonomi rakyat. Disamping itu juga
akan mampu berperan menahan arus keluar sumber keuangan daerah. Berbagai studi
menunjukan bahwa lembaga keuangan yang berbasis daerah akan lebih mampu menahan
arus kapital keluar.
Kesimpulan
Pendekatan
pengembangan koperasi sebagai instrumen pembangunan terbukti menimbulkan
kelemahan dalam menjadikan dirinya sebagai koperasi yang memegang
prinsip-prinsip koperasi dan sebagai badan usaha yang kompetitif. Reformasi
kelembagaan koperasi menuju koperasi dengan jati dirinya akan menjadi agenda
panjang. Dalam kerangka otonomi daerah perlu penataan lembaga keuangan koperasi
(koperasi simpan pinjam) untuk memperkokoh pembiayaan kegiatan ekonomi di
lapisan terbawah dan menahan arus ke luar potensi sumberdaya lokal yang masih
diperlukan. Pembenahan ini akan merupakan elemen penting dalam membangun sistem
pembiayaan mikro di tanah air.
Daftar Pustaka
1
Couture, M-F, D. Faber, M. Larim, A-B. Nippierd : Transition to Cooperative
Entrepreneurship, ILO and University of Nyeurode, of Nyenrode, Genewa, 2002.
2
Ravi Shankar and Garry Conan : Second Critical Study on Cooperative Legislation
and policy Reform, ICA, RAPA, New Delhi, 2002.
3
Noer Soetrisno : Rekonstruksi Pemahaman Koperasi Merajut Kekuatan Ekonomi
Rakyat
4
Rusidi, Prof. Dr. Ir. MS dan Maman Suratman, Drs. MSi : Bunga Rampai 20 Pokok
Pemikiran Tentang Koperasi, Institut Manajemen Koperasi Indonesia, Bandung 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar